Masih ingatkah saat pertama kali bertemu dengan klien dengan kondisi stroke? dimana klien tidak mampu melakukan aktivitas kesehariannya bahkan hanya diminta mengangkat bahu ke atas saja sulit bagi mereka karena hilangnya memori di otak tentang hal tersebut yang diakibatkan oleh hilangnya 120 juta neuron 830 miliar synapses, dan 714 km serat myeline setiap jam nya saat setelah terserang stroke (Jaffrey, 2006).
Mungkin pernah terbesit apakah kemampuan fungsional klien akan diperoleh kembali. Namun setelah satu tahun berlalu melihat progress intervensi tersebut, klien bisa mengangkat bahunya bahkan sudah mulai makan dengan bantuan minimal. Hal itu disebabkan karena otak manusia memiliki kemampuan super yang dinamakan neuroplastisitas.
Apa itu Neuroplastisitas ?
Neuroplastisitas didefinisikan sebagai kemampuan otak untuk mengubah, merombak dan mengorganisasi ulang untuk kemampuan yang lebih baik dalam beradaptasi di situasi baru. Sambungan atau sinap sistem saraf otak dapat terbentuk dan hilang secara dinamis tergantung pada pengalaman yang dialami (Cajal (1955) dalam Demarin Vida et al., (2016)). Neuroplastisitas ini sudah ada sejak otak kita terbentuk yaitu sejak dalam kandungan, berkembang pesat saat masa kecil dan masih terus ada hingga kita tua. Maka dari itu meskipun klien stroke sudah berumur 50 tahun lebih dia masih mungkin tetap bisa mempelajari kemampuan yang hilang dari memori otaknya meskipun membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena stroke recovery merupakan hal yang kompleks.
Beberapa penelitian yang membahas tentang perbandingan waktu proses recovery pada otak tikus dan manusia yang sedang menderita stroke menunjukan bahwa pada hewan yaitu tikus membutuhkan waktu maksimal empat minggu sedangkan proses recovery pada klien stroke kebanyakan membutuhkan waktu tiga bulan (Krakauer et al, (2012) & Dimyan & Cohen (2011).

Bagaimana Memaksimalkan Neuroplastisitas Untuk Mengembalikan Kembali Fungsi Yang Hilang?
Rehabilitasi training merupakan salah satu cara efektif untuk mengembalikan kemampuan otak dan kemampuan fungsional karena kerusakan saraf otak, karena otak dan sistem motor belajar dari pengulangan atau repetisi dan juga latihan (Jeffrey, 2008 & ESO (2008)). Rehabilitasi training meliputi proses mencapai kembali dan juga menjaga kemampuan fungsional fisik, intelektual, psikologis dan kehidupan sosial (Stucki, Cieza & Melvin, 2001). Hal ini sangat sejalan dengan praktik terapi okupasi dalam menangani klien dengan kerusakan saraf otak seperti stroke. Maka seorang terapis okupasi harus dapat melakukan assessment dan intervensi yang tepat untuk memaksimalkan fungsional outcome.
Seorang terapis okupasi juga harus dapat melakukan analisis aktivitas bagi kliennya, dikarenakan aktivitas yang kompleks seperti makan sebaiknya dipecah menjadi aktivitas sederhana agar otak mampu merekam dengan mudah. Pengulangan gerakan sangat disarankan dalam proses rehabilitasi, dikarenakan dapat memperkuat jalur saraf otak yang dibentuk kembali. Selain latihan gerak yang rutin dan berulang seorang okupasi terapis juga memberikan tujuan dan konteks dari gerakan tersebut, contohnya saat kita melatih klien kita untuk fleksi elbow maka klien juga memahami bahwa tujuan fungsional dari latihan gerakan fleksi elbow tersebut adalah untuk membawa makanan ke mulut saat aktivitas makan. Hal ini bertujuan agar otak terstimulasi untuk membentuk neural circuit atau jalur saraf yang dapat membawa ke tahapan eksekusi dari tujuan akhir ( Demarin Vida et al., 2016).

Referensi
Demarin, V., & MOROVIĆ, S. (2014). Neuroplasticity. Periodicum biologorum, 116(2), 209-211.
Saver, J. L. (2006). Time is brain—quantified. Stroke, 37(1), 263-266.
Kleim, J. A., & Jones, T. A. (2008). Principles of experience-dependent neural plasticity: implications for rehabilitation after brain damage. Journal of speech, language, and hearing research.
Stucki, G., Cieza, A., & Melvin, J. (2007). The international classification of functioning, disability and health: A unifying model for the conceptual description of the rehabilitation strategy. Journal of rehabilitation medicine, 39(4), 279-285.
Krakauer, J. W., Carmichael, S. T., Corbett, D., & Wittenberg, G. F. (2012). Getting neurorehabilitation right: what can be learned from animal models?. Neurorehabilitation and neural repair, 26(8), 923-931.
Dimyan, M. A., & Cohen, L. G. (2011). Neuroplasticity in the context of motor rehabilitation after stroke. Nature Reviews Neurology, 7(2), 76-85.
Quinn, T. J., Paolucci, S., Sunnerhagen, K. S., Sivenius, J., Walker, M. F., Toni, D., & Lees, K. R. (2009). European Stroke Organisation (ESO) Executive Committee ESO Writing Committee Evidence-based stroke rehabilitation: an expanded guidance document from the European Stroke Organisation (ESO) guidelines for management of ischaemic stroke and transient ischaemic attack 2008. Journal of Rehabilitation Medicine: official journal of the uEMS European Board of physical and Rehabilitation Medicine, 41, 99-111.