
Olahraga & Atlet
Bermula dari Juni hingga Desember 2022 ke depan, dunia sedang berpesta olahraga, loh! Bila kita urutkan dari SEA Games 2022 di Hanoi, ASEAN Para Games 2022 di Indonesia, FIBA Basketball Asia Cup 2022 di Indonesia, Asian Games 2022 di Tiongkok dan terakhir di FIFA World Cup 2022 di Qatar (Kompas, 2022). Diantara pesta-pesta olahraga tersebut, beberapa kegiatan berlangsung di Indonesia, wah!
Tidak lupa, selamat untuk Indonesia sudah menjadi juara umum di ASEAN Para Games 2022 & memenangkan kompetisi sepak bola remaja tingkat Asia Tenggara, AFF U-16 2022, ya!
Pada era ini sport sangat populer dan kompetitif dengan banyak atlet yang berlatih sangat keras agar mendapatkan kemenangan, maka tak heran saat ini menjadi seorang atlet merasakan beban besar baik secara fisik dan emosional. Keterbebanan tersebut mengakibatkan para atlet memperbanyak latihannya dan dapat meningkatkan peluang resiko cedera akibat olahraga (Dhillon et al., 2017).
Ketika seorang atlet mengalami cedera fisik saat melakukan kompetisi ataupun aktivitas olahraga, maka hal itu dapat berimplikasi pada kemampuannya dalam melakukan aktivitas kesehariannya.
Sport Rehabilitation
Saat kita berbicara tentang rehabilitasi maka kita akan menemukan banyak profesi di dalamnya dikarenakan rehabilitasi selalu menggunakan pendekatan multidisiplin. Maka dari itu dalam memanajemen cidera akibat olahraga terdapat banyak spesialis yang terlibat didalamnya meliputi pelatih, manajer klub, conditioning specialist, fisioterapis, nutrisionis, exercise psychologist, terapis okupasi, dokter bedah, pekerja sosial dan tim rehabilitasi lainnya. (Comfort, 2010 & Heijnen, 2008).
Semua bentuk olahraga dapat mengakibatkan cidera tanpa terkecuali, entah itu olahraga sepak bola, berenang, gymnastic, angkat beban, hingga bulu tangkis.
Penyebab umum terjadinya cedera pada seorang atlet antara lain adalah overtraining, teknik yang buruk, kit/peralatan yang tidak pantas, tabrakan, jatuh, penggunaan kemampuan yang berlebihan (Cambridge Technicals, 2018). Maka adanya sport rehabilitation bertujuan untuk mengembalikan dan mengoptimalkan fungsi sang atlit yang terganggu akibat cedera secara maksimal.
Bagaimana Terapis Okupasi Dapat Berperan?
Cedera yang dialami seorang atlet dapat menyebabkan gangguan secara fisik dan psikis. Cidera fisik yang dialami dapat berupa cedera otot, ligamen dan tulang. Studi yang dilakukan oleh Hootman et al. (2007) terhadap atlet dari 15 jenis olahraga yang berbeda menunjukan lebih dari 50 % atlet mengalami cedera pada anggota tubuh bagian bawah dan peneliti mengobservasi lebih dari 16 tahun dan melihat adanya peningkatan kasus cedera pada atlet karena tuntutan secara fisik, partisipasi dan aturan pertandingan.
Berikutnya proses pemulihan atau proses rehabilitasi pasca cedera menjadi concern utama. Maka disinilah terapis okupasi turut serta menjadi bagian dari proses rehabilitasi seorang atlet.
Assessment
Sebelum menentukan sebuah program untuk klien maka seorang terapis okupasi wajib melakukan sebuah assessment. Ketika berbicara tentang terapi okupasi maka kita akan berorientasi terhadap aktivitas fungsional apa yang terdampak akibat cedera yang dialami klien. Sebuah assessment pada sport rehabilitation sangat penting dan harus didokumentasikan dengan baik dari awal hingga evaluasi akhir karena berkaitan dengan tindakan pencegahan re-injury (Dhillon, et al., 2017).
Cedera yang berkaitan dengan olahraga yang sering ditemukan adalah gegar otak, cedera otak, cedera pada visual, cedera tulang belakang, dan cedera keterampilan motorik. Ini semua adalah cedera yang terapis okupasi biasanya kerjakan dalam proses rehabilitasi. Namun, literatur menunjukkan layanan terapi okupasi masih belum familiar dianggap sebagai komponen dari tim rehabilitasi olahraga (Reed, 2011).

Maka dalam hal ini seorang terapis okupasi dapat menggunakan pemeriksaan lingkup gerak sendi dan kekuatan otot serta pemeriksaan tonus otot sebagai pemeriksaan secara fisik, dan dapat menggunakan depression and anxiety scale sebagai pemeriksaan psikis pasca injury.
Kemudian terapis okupasi dapat menggunakan Mini-Mental Status Examination (MMSE) maupun The Montreal Cognitive Assessment (MoCA) sebagai pemeriksaan kognitf klien secara umum pasca cedera serta menggunakan Functional Independence Measure (FIM), Performance Assessment of Self-Care Skills (PASS), maupun Canadian Occupational Performance Measure (COPM) untuk mengetaui permasalahan fungsional yang terdampak oleh cedera yang dialami klien (Manee, et al., 2020).
Intervensi
Setiap tujuan dan tindakan intervensi yang akan dilakukan dengan klien diputuskan berdasarkan hasil dari assessment dan keputusan bersama yang bersifat client-centered. Sebuah Studi menunjukkan bahwa partisipasi dalam aktivitas sangat penting untuk pemulihan setelah cedera, namun gejala mungkin masih mengganggu kemampuan seseorang untuk berpartisipasi.
Melalui gejala-gejala yang dialami klien ini dapat dilihat di area mana terapi okupasi dapat berperan dalam menemukan cara untuk membantu individu dalam menjaga partisipasi sehari-hari dalam aktivitas (Host & Mankie, 2018).

Berikut tindakan-tindakan intervensi yang dapat terapis okupasi lakukan pada sport rehabilitation :
Cedera pada Ekstremitas Atas
Banyak atlet yang mengalami cedera ekstremitas atas. Ekstremitas atas termasuk cedera pada tangan, pergelangan tangan, siku, dan bahu. Cedera di daerah-daerah ini dapat menyebabkan penurunan lingkup jangkauan gerakan, motorik halus, motorik kasar, dan keterampilan koordinasi.
Ekstremitas atas memiliki peran sangat banyak dalam aktivitas keseharian. Ketika klien mengalami cedera pada salah satu ekstremitasnya (tangan atau kaki), hal tersebut dapat menyebabkan rasa sakit dalam waktu tertentu dan membutuhkan banyak waktu untuk memulihkan kondisi yang kemudian menurunkan partisipasi individu dalam okupasinya. (Host & Mankie, 2018).
Dalam tindakan-tindakan intervensi yang dapat dilakukan seorang terapis okupasi dapat mengacu pada AOTA (2014), yaitu dapat berupa :
- Latihan peningkatan kekuatan otot dan lingkup gerak sendi,
- Latihan aktivitas terapeutik
- Mendesain orthosis, fabrication, fitting, dan training
- Joint protection dan/atau menerapkan teknik konservasi energi di rumah, pekerjaan, sekolah, atau kegiatan rekreasi
- Pengenalan ulang sensorik
- Mirror therapy
- Manajemen bekas luka dan edema
- Manajemen nyeri
- Pengkondisian kerja atau persiapan kembali bekerja
- Pelatihan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari dan perangkat adaptif atau bantu, Pendidikan untuk keselamatan pasca-bedah atau pasca-cedera, termasuk kehilangan sensorik.
Cedera pada Ekstremitas Bawah
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, cedera ekstremitas bawah banyaknya mencapai lebih dari 50%. Ekstremitas bawah membawa peran penting dalam aktivitas fungsional terutama mobilitas bagi para atlet. Intervensi yang dilakukan pada ekstremitas bawah pun tidak jauh berbeda dari ekstremitas atas.
Terapis okupasi dapat memilih bentuk intervensi apa yang tepat bagi ekstremitas bawah pasca cedera olahraga. Dalam proses intervensi ekstremitas bawah terapis okupasi dapat berfokus pada komponen-komponen penting yaitu kekuatan otot, lingkup gerak sendi, keseimbangan dan endurance.
Komponen tersebut dapat dicapai salah satunya melalui protection, rest, ice, compression, dan elevation (P.R.I.C.E) dengan tujuan menghindari kerusakan jaringan lebih lanjut, mengurangi rasa sakit yang disebabkan oleh cidera, edema, dan sebagai upaya untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan (Dhillon et al., 2017).
Psikologis
Menjadi seorang atlet merupakan sebuah tuntutan besar bagi seseorang apalagi jika sudah masuk pada kompetisi dunia. Mengalami cedera merupakan mimpi buruk bagi seorang atlet, apalagi jika cedera berat karirnya sebagai atlet dapat berakhir. Maka dari itu sebagai terapis okupasi kita tidak boleh menyampingkan area psikologis klien dalam proses rehabilitasi.
Gangguan psikologis yang sering dialami para atlet seperti anger (perasaan marah), kecemasan (karena memikirkan berapa lama cedera akan berlangsung), depresi (karena tidak dapat bertanding atau berlatih), mengisolasi diri, frustrasi hingga turunnya kepercayaan diri (Cambridge Technicals, 2018).
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan terapis okupasi pada area kesehatan mental setelah cedera dapat berupa menyediakan program edukasi, pembelajaran pengalaman dan kelompok perawatan atau kelas untuk mengatasi kepercayaan diri yang hilang, kesadaran diri, keterampilan interpersonal dan sosial, manajemen stres dan pengembangan peran, dan juga bekerja sama dengan klien untuk mengembangkan kepentingan dan pengejaran rekreasi atau avocational (AOTA, 2013).

Kesimpulan
Menjadi seorang atlet sangatlah tidak mudah, tahun ke tahun tuntutan atlet semakin bertambah entah itu secara fisik maupun emosional. Cedera olahraga merupakan hal yang tidak dapat dihindari bagi seorang atlet. Maka dari itu monitoring cedera sejak sebelum dan sesudah aktivitas olahraga sangatlah penting bagi klien.
Tindakan rehabilitasi pasca cedera menjadi hal penting bagi para atlet. Assessment dan intervensi yang dilakukan pun harus didokumentasikan dengan baik agar tidak terjadi reinjury bagi klien. Peran terapis okupasi pada sport rehabilitation menjadi sangat penting, namun minimnya sumber informasi bagi terapis okupasi dan evidence-based practice menjadikan terapis okupasi memiliki peran yang minimal dalam perhelatan keolahragaan.
Maka dari itu, sangat penting bagi terapis okupasi mengetahui perannya agar kedepannya dapat terlibat lebih untuk sport rehabilitation.
Jadi, tertarik belajar dan mengambil peran sebagai terapis okupasi di bidang keolahragaan nih?
Referensi
American Occupational Therapy Association. (2014). The Role of Occupational Therapy for Rehabilitation of the Upper Extremity. USA.
American Occupational Therapy Association. (2013). Occupational Therapy’s Role in Community Mental Health. USA. https://www.aota.org/about-occupational-therapy/professionals/mh/community-mental-health.asp
Cambridge Technicals Level. (2018). Sport and Pysical Activity Unit 17. https://www.ocr.org.uk/Images/258741-sports-injuries-and-rehabilitation.pdf
Comfort, P., & Abrahamson, E. (Eds.). (2010). Sports rehabilitation and injury prevention. John Wiley & Sons.
Dhillon, H., Dhilllon, S., & Dhillon, M. S. (2017). Current concepts in sports injury rehabilitation. Indian journal of orthopaedics, 51(5), 529-536.
Heijnen, L. (2008). The role of rehabilitation and sports in haemophilia patients with inhibitors. Haemophilia, 14, 45-51.
Hootman JM, Dick R, Agel J. Epidemiology of collegiate injuries for 15 sports: Summary and recommendations for injury prevention initiatives. J Athl Train 2007;42:311-9.
Host, A., & Mankie, K. (2018). Occupational Therapy’s Role in Sport: A Website on Promotion and Education for OT’s and Coaches.
Kompas.id (2022) https://www.kompas.com/sports/read/2022/01/03/12000028/daftar-ajang-olahraga-2022-dari-sea-games-hingga-piala-dunia-qatar (diakses pada 22 Juli 2022)
Manee, F. S., Nadar, M. S., Alotaibi, N. M., & Rassafiani, M. (2020). Cognitive assessments used in occupational therapy practice: A global perspective. Occupational Therapy International, 2020.
Reed, N. (2011). Sport-Related Concussion and Occupational Therapy: Expanding the Scope of Practice. Physical & Occupational Therapy In Pediatrics, 31(3), 222-224.