Membatik sebagai Modalitas Okupasional untuk Mencapai Well-Being

Membatik (Img: asset.kompas.com)

Melakukan kegiatan bermakna merupakan kebutuhan dasar dari manusia. Bertitel ‘makhluk okupasional’ sepanjang hidup merupakan peranan utama manusia sepanjang usia. Maka, menjadi wajar bila okupasi lekat, dekat dan terikat dengan manusia. Pemaknaan kegiatan bermakna atau okupasi menjadi pendapat masing-masing individu apakah sebuah okupasi menjadi bermakna ataupun tidak bagi dirinya.

Dalam Morrison et al. (2017), mendefinisikan okupasi adalah situasi klien di mana mampu berpartisipasi dalam kehidupan, misalnya perawatan diri, pemanfaatan waktu luang, produktivitas bekerja dan lainnya dengan terintegrasi pada konteks klien, memiliki manfaat terhadap kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan klien sepanjang hidupnya.

Selain kesehatan, okupasi juga melingkupi berbagai aspek mulai sosial, budaya, ekonomi, biologis dan filosofi. Maka, melihat okupasi perlu secara utuh.

Okupasi lekat dengan banyak aspek dan budaya masyarakat termasuk di dalamnya. Kita mengenal salah satu okupasi khas di Indonesia yang menjadi salah satu bentuk hasil budaya yang bahkan diakui oleh UNESCO pada tahun 2009 (UNESCO, 2009).

Bila ditelisik lebih lanjut, selain memiliki nilai budaya, kita ketahui bahwa membatik sebetulnya juga terdapat nilai okupasional di dalamnya yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu modalitas terapi berbasis kepada okupasi.

Batik sebagai produk kebanggaan, bagian dari karya & ciri khas bangsa Indonesia (Img: awsimages.detik.net.id)

Membatik sebagai Modalitas yang Holistik

Membatik, Art Therapy yang Berbasis Okupasi

Aktivitas membatik dapat dikatakan merupakan salah satu kegiatan yang memanfaatkan seni lukis sebagai bagian utama dalam keseluruhan tahap aktivitasnya. Dalam perspektif kesehatan, kita mengenal adanya art therapy atau terapi seni lukis sebagai salah satu modalitas psikoterapi dalam disiplin ilmu psikologi.

Aktivitas membatik dapat pula ditujukan sebagai bagian dari terapi melukis untuk diaplikasikan dalam layanan berbasis okupasi kepada klien, namun selain memanfaatkan esensi psikoterapinya, dapat pula terapis okupasi menerapkan prinsip terapi okupasi dan memanfaatkannya sebagai modalitas terapi.

Kelompok lansia sedang membatik (Img: statik.tempo.co)

Contoh modalitas art therapy yang dapat digunakan dalam terapi okupasi dalam praktik dan penelitian ditunjukkan dalam Ingkir, Wondal & Arfa (2020), Syafitri & Jaya (2020) & Rochmah & Hasibuan (2020) dengan menerapkan aktivitas membatik pada anak usia sekolah untuk melatih kemampuan motorik halus.

Dalam riset tersebut melakukan membatik dengan teknik jumputan, dengan mengikat kain dalam beberapa bagian kemudian masing-masing bagian diwarnai beragam warna dengan kuas lukis. Melalui contoh tahapan tersebut saja, proses holistik melibatkan beragam komponen dan keterampilan anak dapat berjalan bersamaan, mulai komponen fisik, mental (termasuk kognitif di dalamnya) dan sosial.

Pemberdayaan ODGJ melalui Membatik

Riset lain mengamati kegiatan lukis pada klien dengan masalah kejiwaan. Dalam Wulandari dkk. (2021) meneliti pemberdayaan ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) stabil dan siap kembali ke masyarakat dalam kegiatan membatik secara berkelompok.

Riset tersebut dilakukan dalam 3 sesi, dengan dimulai penyuluhan kegiatan membatik, pendampingan proses membatik hingga tahap penjualan batik dengan partisipan secara kompleks berkreasi, membuat-mewarna batik dan bersosial dengan rekan ODGJ dalam kelompok sosial di sana.

Pembuatan batik di RSJD RM Soedjarwadi, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Img: images.solopos.com)

Dalam sampel lain pada klien personality disorder, intervensi kegiatan melukis bebas dilakukan dengan melukis di kanvas sesuai dengan apa yang klien rasakan, pikirkan maupun yang klien ingin lakukan (Haeyen et al., 2018). Tujuan dari melukis tersebut untuk melatih respon reflektif klien terhadap lukisan yang menggambarkan klien, menyadarkan kontrol diri klien dan identitas klien sebenarnya kepada klien sendiri.

Pada prinsipnya, aktivitas membatik pun memiliki kesamaan dalam contoh-contoh tersebut. Melingkupi berbagai aspek komponen fungsi tubuh, baik komponen fisik, mental dan sosial. Seluruh komponen akan bekerja bersamaan terlebih bila dilakukan berkelompok, komponen interaksi sosial ikut berperan banyak.

Esensi Okupasional dalam Aktivitas Membatik

Klien ODGJ mengikuti terapi seni membatik di RSJD Magelang (Img: jogja.tribunnews.com)

Bila membahas penerapan membatik dalam konteks art therapy sebagai modalitas dalam praktik terapi okupasi, tentu akan memiliki makna yang berbeda ketika bergantung pada konteksnya apakah sebagai aktivitas pemanfaatan waktu luang, bermain atau produktivitas.

Masing-masing definisi konteks tersebut dapat anda akses dalam practice framework terapi okupasi dalam Occupational Therapy Practice Framework (Fourth Edition; 2020) maupun edisi lainnya oleh AOTA dengan setelah anda pahami, perencanaan intervensi tentu akan berbeda dan menyesuaikan pada prinsip masing-masing kategori okupasi.

Membatik, Dayaguna Kreativitas Seni Lukis Fungsional

Hansen, Erlandsson & Leufstadius (2020) melakukan riset perihal konsep penggunaan aktivitas kreatif sebagai modalitas intervensi dalam praktek terapi okupasi. Dikatakan bahwa aktivitas kreatif (apapun bentuk kegiatannya) sebagai modalitas intervensi memiliki beberapa poin:

  1. Menggerakkan tubuh dan pikiran dengan melibatkan kesenian auat prakarya
  2. Memiliki makna, dilakukan di lingkungan yang kreatif & mendukung
  3. Meningkatkan proses kreatif, pengalaman dan kesempatan untuk mengekspresikan & merefleksikan diri.
  4. Dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan, meningkatkan performa okupasi & memanajemen kehidupan sehari-hari.
  5. Digunakan secara individual maupun kelompok, dimodifikasi melalui pendekatan terapeutik yang berbeda demi mencapai tujuan yang diharapkan dalam situasi/setting tertentu.

Selain melihat perspektif terapis dalam penggunaan aktivitas kreatif, terapis juga perlu melihat makna modalitas melukis atau menggambar sebagai aktivitas kreatif dalam terapi berdasarkan persepsi klien. Disebutkan dalam Stuckey & Nobel (2008) bahwa seni lukis membantu mengekspresikan perasaan ke dalam gambar, karena sulit mencurahkan dalam bentuk tulisan.

Membebaskan Ekspresi & Seni dalam Batik

Menyalurkan ekspresi tersebut membentuk identitas, keyakinan positif, berdamai dengan keadaan, sarana meditasi dan mindfulness, utamanya hal-hal tersebut dilakukan oleh klien-klien dengan masalah kejiwaan dan klien dalam masa paliatif maupun terminasi.

Seperti art therapy, aktivitas membatik memiliki tujuan sekaligus manfaat tertentu, khususnya dalam lingkup kesehatan bagi tiap individu yang melakukannya, misalnya menenangkan diri, mengurangi kecemasan, katarsis dari perasaan negatif, melatih komponen motorik halus, mengisi waktu luang, mereduksi gangguan sensori maupun bersosial dengan teman satu hobi atau komunitas.

Seorang Ibu sedang konsentrasi & tenang ketika membatik (Img: jogja.tribunnews.com)

Manfaat Melibatkan Art Therapy menurut Penelitian

Berikut ulasan perihal beberapa riset bagaimana melukis atau seni lukis sebagai modalitas terapi dapat memberikan manfaat dalam pelayanan kepada klien.

Dalam Kongkasuwan et al. (2015) disebutkan manfaat dari terapi lukis pada klien dengan stroke. Penggunaan terapi lukis dalam riset dilakukan dalam dua kali seminggu, dikombinasikan dengan fisioterapi lima kali tiap seminggu dalam empat minggu sesi didapatkan penurunan depresi dan adanya peningkatan pada kemampuan fungsional, nilai kepuasan hidup, motivasi, konsentrasi dan kepercayaan diri setelah terapi dilakukan.

Berikutnya ditemukan dalam review literatur, menyebutkan bahwa penggunaan seni kreatif sebagai modalitas terapi okupasi dikatakan mengubah sikap terhadap penderitaan klien, membantu menemukan tujuan hidup dan menumbuhkan dukungan sosial (Perruza & Kinsella, 2010)

Dalam riset Zeevi, Regev & Guttmann (2018) pada orang tua dengan anak prasekolah (normal; usia 5-8 tahun) tentang training melakukan terapi lukis bersama anak. Penelitian tersebut dilakukan dalam 24 sesi mengamati lukisan dan melukis, dengan 12 sesi pertama hanya melakukan melukis dan 12 sesi terakhir mengkombinasikan melukis dengan terapi music reminiscence.

Didapatkan hasil peningkatan pada perkembangan emosional dan psikologis anak, di mana turut meningkatkan kesadaran orang tua untuk lebih menjalin hubungan kedekatan dengan anak dengan banyak terlibat dalam dunia sang anak.

Riset pengaruh terapi seni lukis pada sampel lansia dengan masalah gangguan kognitif dikatakan meningkatkan kemampuan memori, atensi, memori jangka panjang dan seluruh kemampuan kognitif lansia (Lee et al., 2018).  

Anak usia sekolah dasar sedang belajar membatik (Img: rmol.id/)

Kesimpulan

Dalam memberikan pelayanan terapi okupasi, kita perlu melihat klien secara holistik dengan mempertimbangkan modalitas yang akan diberikan tentu perlunya dapat berdampak secara holistik pula. Aktivitas kreatif dalam bentuk apapun kegiatannya, utamanya seni lukis, dikaji dalam berbagai riset ditemukan manfaat yang dapat membantu klien menuju well being.

Seni lukis memiliki beragam bentuk pula, termasuk terpengaruh oleh sosial budaya setempat, sebagai contohnya batik. Melukis dan mewarna batik sebagai modalitas intervensi dalam terapi dikatakan dalam riset memiliki berbagai manfaat dalam konteks layanan manapun, baik pediatri, dewasa maupun kesehatan jiwa. 


Referensi

Haeyen, S., Hooren, S. V., Dehue, F., & Hutschemaekers, G. (2017). Development of an art-therapy intervention for patients with personality disorders: An intervention mapping study. International Journal of Art Therapy, 23(3), 125-135. doi:10.1080/17454832.2017.1403458

Hansen, B. W., Erlandsson, L., & Leufstadius, C. (2020). A concept analysis of creative activities as intervention in occupational therapy. Scandinavian Journal of Occupational Therapy, 28(1), 63-77. doi:10.1080/11038128.2020.1775884

Indonesian Batik. (n.d.). Retrieved from https://ich.unesco.org/en/RL/indonesian-batik-00170

Ingkir, Yuni, Wondal, Rosita, Arfa, Umikalsum. (2020). Kegiatan Membatik dalam Mengembangkan Kemampuan Motorik Halus Anak. Jurnal Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Vol. 3, No. 1, Oktober 2020.

Kongkasuwan, R., Voraakhom, K., Pisolayabutra, P., Maneechai, P., Boonin, J., & Kuptniratsaikul, V. (2016). Creative art therapy to enhance rehabilitation for stroke patients: A randomized controlled trial. Clinical Rehabilitation, 30(10), 1016-1023. doi:10.1177/0269215515607072

Lee, R., Wong, J., Shoon, W. L., Gandhi, M., Lei, F., Eh, K., . . . Mahendran, R. (2019). Art therapy for the prevention of cognitive decline. The Arts in Psychotherapy, 64, 20-25. doi:10.1016/j.aip.2018.12.003

Morrison, R., Gómez, S., Henny, E., Tapia, M. J., & Rueda, L. (2017). Principal Approaches to Understanding Occupation and Occupational Science Found in the Chilean Journal of Occupational Therapy (2001–2012). Occupational Therapy International, 2017, 1-11. doi:10.1155/2017/5413628

Perruzza, N., & Kinsella, E. A. (2010). Creative Arts Occupations in Therapeutic Practice: A Review of the Literature. British Journal of Occupational Therapy, 73(6), 261-268. doi:10.4276/030802210×12759925468943

Stuckey, H. L., & Nobel, J. (2010). The Connection Between Art, Healing, and Public Health: A Review of Current Literature. American Journal of Public Health, 100(2), 254-263. doi:10.2105/ajph.2008.156497

Syafitri, Della, Jaya, Indra. (2020). Pengaruh Membatik terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak di Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Kuraitaji. —- volume VI. No. 1, Januari-Juni 2020.

Wulandari, N., Nurmawati, T., Setyani, E. Y., Christiningtyas, E. B., Arifianti, K., & Saparudin, A. (2021). Empowerment of ODGJ (People with Mental Disorders) through Training of Batik Ikat Making in Posyandu Jiwa “Waluyo Jiwo” Bacem Village Ponggok Blitar. Journal of Community Service for Health, 2(1), 001-009. doi:10.26699/jcsh.v2i1.art.p001-009

Zeevi, L. S., Regev, D., & Guttmann, J. (2018). The Efficiency of Art-Based Interventions in Parental Training. Frontiers in Psychology, 9. doi:10.3389/fpsyg.2018.01495

Leave a Comment

Instagram