
Ketika masuk di dalam ruangan klinik maupun unit layanan terapi okupasi di suatu instansi, Anda akan melihat betapa beragam dan berbedanya ruang terapi okupasi dibandingkan dengan layanan rehabilitasi medik lain.
Bila pada layanan pediatri, anak dan tumbuh kembang, Anda akan melihat betapa berkesan ramai, ceria, penuh dengan mainan, rintangan dan hal menyenangkan hingga rasanya membuat nyaman anak-anak yang mendapat layanan di sana hingga enggan diajak pulang orang tuanya.
Dalam layanan disabilitas fisik, dewasa dan geriatri (lansia) Anda akan diajak melihat ruangan serupa salah satu atau beberapa bagian dalam rumah Anda sendiri, lingkungan sebenarnya hingga ruang lokakarya untuk Anda mendapat layanan rehabilitasi kerja dan pada layanan rehabilitasi kejiwaan Anda akan menyaksikan ruang lokakarya produktif dari para klien gangguan kejiwaan yang akan siap untuk kembali ke dalam masyarakat dan melakukan okupasinya.
Kreativitas & Aura Lingkungan

(Img. https://ot.ecu.edu/)
Melalui sedikit cerita di atas, sejak dari desain dan isi ruangan saja, Anda, pembaca catatan ini entah masyarakat, tenaga kesehatan maupun terapis okupasi, telah dihadirkan dengan sisi kreativitas dari layanan terapi okupasi. Terapis okupasi dan disiplin ilmu terapi okupasi tahu betul dengan bagaimana faktor lingkungan, baik penataan hingga detail fasilitas yang disediakan dapat memberikan pengaruh dalam pelayanan terapi.
Hal tersebut ditemukan dalam Eriksson, Westerberg & Jonsson (2011) bahwa partisipan wanita dengan masalah mental stres dalam risetnya memperoleh dampak relaksasi ketika masuk ke dalam kebun dan merasakan vibes dari kebun masuk ke dalam mereka. Dalam literatur lain (Anaby, et al., 2013) membahas beberapa hal terkait lingkungan (fisik maupun non fisik) dan pengaruhnya pada anak-remaja dengan disabilitas.

Lingkungan fisik (tersedianya sarana prasarana ramah disabilitas) dan non fisik (dukungan sosial, sistem & regulasi yang berlaku) dapat mendukung partisipasi mereka dalam berokupasi, baik dalam aktivitas keseharian, melakukan peran dan menjalani kehidupan (bekerja, menikah, berkarya, dsb.)
Lebih dari pengatar ini, mari kita telusuri bagaimana pengalaman terapis okupasi dalam menyalurkan kreativitas dalam pelayanan.
Menjadi Kreatif: Kesadaran dan Kewajiban Terapis

Terapis okupasi melalui proses pikir yang sadar dalam melakukan tindakan kreatif selama memberikan pelayanan kepada klien. Berikutnya merupakan keterampilan dari terapis dalam menjadi kreatif, yakni perilaku kreatif, berpikir kreatif dan proses kreatif.
Perilaku kreatif merupakan penerapan dari munculnya cara berpikir maupun proses problem-solving yang pada akhirnya menciptakan solusi, media, modalitas maupun program baru yang melibatkan pendekatan kreatif bersama tim (Schmid, 2004).
Terbentuknya perilaku kreatif dapat terwujud oleh keterampilan terapis dalam mengkombinasikan creative thinking dan creative reasoning selama memberikan layanan untuk menyelesaikan kesulitan terapis.
Lebih penting dari 2 poin tersebut, memahami proses dari berperilaku kreatif dalam okupasi manusia menurut Blanche (2007) membedakan dalam 2 bentuk orientasi kreativitas, yakni process-oriented & product-oriented.
Dua orientasi berikut memiliki perbedaan yang kontras antara process-oriented untuk lebih menikmati proses kreasi tanpa memikirkan hasilnya seperti apa sedangkan product-oriented tidak begitu mementingkan proses dan lebih menikmati hasil kreativitas melalui hasil yang didapatkan.
Pengalaman Mengolah Kreativitas

Bila digeneralisasikan dalam pengalaman terapis okupasi, terlebih dalam memberikan pelayanan berbasis okupasi, Estes & Pierce (2012) menceritakan bagaimana terapis okupasi area pediatri perlu ‘memeras otak’ kreatifnya dalam memberikan layanan.
Pernyataan berikut: ‘setiap klien adalah unik’, ‘pelayanan klien harus bersifat individualistik’ dan ‘adanya kesamaan kebutuhan klien bukan berarti layanannya juga sama’, menjadi alasan terapis wajib untuk menjadi kreatif dalam memberikan layanan hingga selama sesi terapi melakukan mix & match aktivitas kepada klien.
Menikmati proses ‘memeras otak’ untuk mencapai tujuan terapi inilah dikatakan process-oriented.
Pengalaman yang berbeda dalam Sriram, Jenkinson & Peters (2020) dalam membantu pengasuh klien demensia selama di rumah menunjukkan product-oriented dengan iPad, smartwatch, telepon modifikasi, jam modifikasi, GPS dan alat otomatis lain yang digunakan telah memberikan kepuasan, meringankan beban pengasuh untuk tetap mudah terlibat okupasi mereka dan membantu pelayanan klien mencapai kemandirian dan partisipasi dalam okupasi selama di rumah hingga meminimalkan beban biaya hidup secara ekonomi.
Kreativitas Membantu Pelayanan Terapi Okupasi yang Efektif

Pelayanan terapi okupasi yang sedemikian kreatif dan bervariasi ketika berhadapan dengan klien, baik dilakukan dengan berorientasi kepada impairment-based maupun occupation-based dan di tengah keterbatasan fasilitas maupun tidak, kenyataannya selalu mengharuskan terapis untuk selalu bersikap kreatif melibatkan aktivitas, media maupun modalitas terapi kepada klien.
Dalam review Peruzza & Kinsella (2010) tentang manfaat kegiatan seni kreatif, seperti melukis, berpuisi, drama dan kegiatan seni lainnya sebagai modalitas terapi, menyebutkan adanya beberapa manfaat menurut terapis okupasi terkait hal tersebut, sebagai berikut
Meningkatkan Kontrol Kesadaran Diri
Studi Peruzza & Kinsella (2010) mengutip Lloyd et al. (2007) yang menemukan bahwa partisipan yang mengikuti kegiatan seni kreatif dapat membebaskan ekspresi mereka selepas mungkin untuk disalurkan secara langsung ke dalam seni yang mereka produksi selama sesi.
Maka, melalui keleluasaan tersebut kiranya klien dapat terlatih bagaimana persepsi dan kontrol dirinya terhadap keputusan dan resiko dalam hidup klien, memunculkan kebebasan berekspresi, meredakan emosi negatif dan meningkatkan psikologi positif dari klien.
Membangun Konsep Diri
Kesadaran terhadap diri sendiri dapat terbentuk melalui melepaskan ekspresi mereka, feeling, bahkan gambaran diri mereka ke dalam media seni kreatif. Muaranya adalah timbulnya sikap penerimaan terhadap kondisi dan situasi klien saat ini, meningkatnya rasa percaya diri hingga perasaan berhasil dan perasaan bahwa dirinya berharga.

(Img. https://www.boisestate.edu/)
Media Bereskpresi
Seni kreatif menjadi media melepaskan diri sendiri dan perasaan yang sedang dirasakan sebebas mungkin dengan diwujudkan dan ditunjukkan melalui karya.
Mengubah Pengalaman Menderita Sakit
Seni kreatif menciptakan warna baru bagi klien yang sedang dalam masa pemulihan sakit, yang mana terkadang dalam masa tersebut perasaan negatif akan muncul dan mengganggu kehidupan fungsional dan partisipasi klien dalam keseharian.
Melalui seni kreatif, klien dapat menyisihkan perasaan negatif dan penderitaannya kepada cara pandang lain yang lebih baik dalam merespon kehidupannya.
Memperoleh Kesadaran Tujuan Hidup
Masa pengalaman sakit menyempitkan harapan klien terhadap kehidupan yang lebih baik. Terbiasanya menutup harapan dan memilih berfokus dengan penderitaan yang dialami membuat klien menjadi skeptis untuk meyakini perumpamaan ‘hari esok akan lebih baik daripada hari ini dan hari kemarin’ yang dapat membangun emosi positif dalam hidup mereka.
Dengan dilibatkan dalam kegiatan seni kreatif, klien dapat membuka mata, merasakan kepuasan setelah mengekspresikan perasaan mereka, hingga dapat menemukan tujuan hidup baru dan keputusan bahwa hidup mereka tidak hanya akan berlangsung dengan penderitaan.
Membangun Dukungan Sosial
Setelah kegiatan seni kreatif dapat membangun sikap positif, konsep diri dan persepsi tujuan hidup, klien akan yakin untuk mampu berperan dan terlibat dalam partisipasi sosialnya misalnya dengan menginspirasi, mengajak hingga berkontribusi ke dalam lingkungan sosial mereka.
Namun, untuk mencapai dukungan sosial ini diperlukan beberapa aspek seperti adanya penerimaan sosial, ekspektasi lingkungan yang tidak berlebihan, prediksi hal yang tidak diinginkan dan beresiko serta proteksi terhadap diri sendiri.

Kesimpulan
Melalui 2 pandangan di atas, baik dari sisi terapis maupun peranan yang diperoleh dari modalitas okupasi yang melibatkan kreatifitas terhadap kesehatan, kita dapat sama-sama ketahui bahwa menjadi kreatif dalam pelayanan terapi okupasi merupakan keharusan yang tidak bisa ditolak terlebih ketika dalam memberikan layanan kepada klien.
Dengan menyadari bahwa menjadi kreatif ternyata memberikan pengaruh yang positif, rasanya tidak sia-sia bila kita, utamanya sebagai terapis, untuk selalu melatih dan mengaplikasikan keterampilan berperilaku kreatif.
Referensi
Anaby D, Hand C, Bradley L, DiRezze B, Forhan M, DiGiacomo A, Law M. The effect of the environment on participation of children and youth with disabilities: a scoping review. Disabil Rehabil. 2013 Sep;35(19):1589-98. doi: 10.3109/09638288.2012.748840. Epub 2013 Jan 25. PMID: 23350759.
Blanche, E. I. (2007). The expression of creativity through occupation. Journal of Occupational Science, 14(1), 21–29. https://doi.org/10.1080/14427591.2007.9686580
Eriksson, T., Westerberg, Y., & Jonsson, H. (2011). Experiences of women with stress-related ill health in a therapeutic gardening program. Canadian Journal of Occupational Therapy, 78(5), 273–281. https://doi.org/10.2182/cjot.2011.78.5.2
Estes, J., & Pierce, D. E. (2012). Pediatric therapists’ perspectives on occupation-based practice. Scandinavian Journal of Occupational Therapy, 19(1), 17–25. https://doi.org/10.3109/11038128.2010.547598
Lloyd, C., Wong, S. R., & Petchkovsky, L. (2007). Art and Recovery in Mental Health: A Qualitative Investigation. British Journal of Occupational Therapy, 70(5), 207–214. https://doi.org/10.1177/030802260707000505
Perruzza, N., & Kinsella, E. A. (2010). Creative arts occupations in therapeutic practice: A review of the literature. British Journal of Occupational Therapy, 73(6), 261–268. https://doi.org/10.4276/030802210X12759925468943
Schmid, T. (2004). Meanings of creativity within occupational therapy practice. Australian Occupational Therapy Journal, 51(2), 80–88. https://doi.org/10.1111/j.1440-1630.2004.00434.x
Sriram, V., Jenkinson, C., & Peters, M. (2020). Carers’ experience of using assistive technology for dementia care at home: A qualitative study. BMJ Open, 10(3). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2019-034460